Kamis, 26 Juli 2007

PENANGGULANGAN ILLEGAL MINING

Pemerintah melalui Departemen Energi Sumber Daya Mineral, sebagai sektor yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan sumber daya mineral dan batubara, telah melakukan penanggulangan PETI antara lain:
- mulai tahun 1982 melakukan inventarisasi atas maraknya PETI emas,
- tahun 1996 melakukan tindakan represif berkoordinasi dengan Deputi Operasi POLRI.
Tindakan ini menunjukkan hasil yang baik dengan berkurangnya kegiatan PETI, namun dengan terjadinya krisis ekonomi dan sejalan kebijakan Otonomi Daerah telah menimbulkan “ketidakjelasan” dalam penertiban PETI sehingga tidak terkendali.
Selanjutnya upaya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penanggulangan PETI, dilaksanakan dengan penerbitan beberapa kebijakan antara lain:
1. INPRES No. 3 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penanggulangan Masalah PETI.
2. Kepmen Pertambangan dan Energi No. 1091.K/70/MPE/2000 tentang Pembentukan Tim Penanggulangan Masalah PETI.
3. KEPPRES No. 25 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan PETI, Penyalahgunaan BBM, Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik. KEPPRES ini membatalkan INPRES No. 3 Tahun 2000.
Kebijakan operasional sebagai tindak lanjut diterbitkan kebijakan ini adalah:
a. Kep. MENKOPOLSOSKAM Nomor: Kep-10 /MENKO/POLSOSKAM /4/2001 tentang Program Nasional, yang menetapkan antara lain, bahwa: penanggulangan PETI merupakan program nasional, pelaksanaan operasional dilakukan melalui Tim Pelaksana Pusat dan Daerah,
b. Kep. MENKOPOLSOSKAM Nomor: Kep-11 /MENKO/POLSOSKAM /4/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Tim Pelaksana Pusat, yang diantaranya menetapkan adanya Tim Pelaksana Pusat Penanggulangan (TP3) PETI.
4. KEPPRES No. 44 Tahun 2004 tentang “Pencabutan Keppres No. 25 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan PETI, Penyalahgunaan BBM, serta Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik”.
Penerbitan Keppres No. 44 Tahun 2004 Tentang Pencabutan Keppres No. 25 Tahun 2001 telah menegaskan, bahwa penanggulangan PETI adalah melalui pemberdayaan Aparatur Pemerintah sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi masing-masing sektor.
Sebagai tindak lanjut adalah:
a. Penerbitan SK KAPOLRI No. Pol.: Skep/637/VIII/2004 tentang Pembentukan Tim Khusus Pemantau dan Satgas Khusus Penanggulangan Masalah PETI, Penyalahgunaan BBM, Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik.
b. Blue Print, merupakan kesepakatan hasil Rapat Koordinasi Upaya Penanggulangan Terpadu PETI pada 18 Januari 2005, yaitu mekanisme untuk penanggulangan PETI secara nasional yang disepakati instansi terkait; Wilayah kasus dalam rangka implementasi Blue Print adalah di Provinsi Kalimantan Selatan (PETI batubara) dan Provinsi Maluku Utara (PETI emas) dan dapat dipakai sebagai percontohan dalam penanggulangan PETI bahan galian lainnya di seluruh Indonesia.
5. Rancangan INPRES Percepatan Pemberantasan PETI di Seluruh Wilayah RI, diusulkan agar Presiden menugaskan kepada Menteri-menteri, Pimpinan Instansi terkait, para Gubernur, dan para Bupati/Walikota untuk mengkoordinasikan sesuai dengan kewenangan dalam rangka untuk mensinergikan Tugas Pokok dan Fungsi.

0 comments

PENANGGULANGAN ILLEGAL MINING

Pemerintah melalui Departemen Energi Sumber Daya Mineral, sebagai sektor yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan sumber daya mineral dan batubara, telah melakukan penanggulangan PETI antara lain:
- mulai tahun 1982 melakukan inventarisasi atas maraknya PETI emas,
- tahun 1996 melakukan tindakan represif berkoordinasi dengan Deputi Operasi POLRI.
Tindakan ini menunjukkan hasil yang baik dengan berkurangnya kegiatan PETI, namun dengan terjadinya krisis ekonomi dan sejalan kebijakan Otonomi Daerah telah menimbulkan “ketidakjelasan” dalam penertiban PETI sehingga tidak terkendali.
Selanjutnya upaya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penanggulangan PETI, dilaksanakan dengan penerbitan beberapa kebijakan antara lain:
1. INPRES No. 3 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penanggulangan Masalah PETI.
2. Kepmen Pertambangan dan Energi No. 1091.K/70/MPE/2000 tentang Pembentukan Tim Penanggulangan Masalah PETI.
3. KEPPRES No. 25 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan PETI, Penyalahgunaan BBM, Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik. KEPPRES ini membatalkan INPRES No. 3 Tahun 2000.
Kebijakan operasional sebagai tindak lanjut diterbitkan kebijakan ini adalah:
a. Kep. MENKOPOLSOSKAM Nomor: Kep-10 /MENKO/POLSOSKAM /4/2001 tentang Program Nasional, yang menetapkan antara lain, bahwa: penanggulangan PETI merupakan program nasional, pelaksanaan operasional dilakukan melalui Tim Pelaksana Pusat dan Daerah,
b. Kep. MENKOPOLSOSKAM Nomor: Kep-11 /MENKO/POLSOSKAM /4/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Tim Pelaksana Pusat, yang diantaranya menetapkan adanya Tim Pelaksana Pusat Penanggulangan (TP3) PETI.
4. KEPPRES No. 44 Tahun 2004 tentang “Pencabutan Keppres No. 25 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan PETI, Penyalahgunaan BBM, serta Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik”.
Penerbitan Keppres No. 44 Tahun 2004 Tentang Pencabutan Keppres No. 25 Tahun 2001 telah menegaskan, bahwa penanggulangan PETI adalah melalui pemberdayaan Aparatur Pemerintah sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi masing-masing sektor.
Sebagai tindak lanjut adalah:
a. Penerbitan SK KAPOLRI No. Pol.: Skep/637/VIII/2004 tentang Pembentukan Tim Khusus Pemantau dan Satgas Khusus Penanggulangan Masalah PETI, Penyalahgunaan BBM, Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan dan Pencurian Aliran Listrik.
b. Blue Print, merupakan kesepakatan hasil Rapat Koordinasi Upaya Penanggulangan Terpadu PETI pada 18 Januari 2005, yaitu mekanisme untuk penanggulangan PETI secara nasional yang disepakati instansi terkait; Wilayah kasus dalam rangka implementasi Blue Print adalah di Provinsi Kalimantan Selatan (PETI batubara) dan Provinsi Maluku Utara (PETI emas) dan dapat dipakai sebagai percontohan dalam penanggulangan PETI bahan galian lainnya di seluruh Indonesia.
5. Rancangan INPRES Percepatan Pemberantasan PETI di Seluruh Wilayah RI, diusulkan agar Presiden menugaskan kepada Menteri-menteri, Pimpinan Instansi terkait, para Gubernur, dan para Bupati/Walikota untuk mengkoordinasikan sesuai dengan kewenangan dalam rangka untuk mensinergikan Tugas Pokok dan Fungsi.

0 comments

SKENARIO KONDISI KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT DAMPAK DARI PERKEMBANGAN POLITIK NASIONAL

Skenario kondisi Kamtibmas dampak dari perkembangan Politik Nasional dapat dibuat dengan menerapkan langkah-langkah secara sistematis seperti pembuatan variabel-variabel peramalan, pembuatan matriks dampak silang, diagram loop kausal, Matriks Morfologi dan pembuatan Skema Skenario.
Perkembangan Politik Nasional mempengaruhi kebijakan pemerintah dan otonomi daerah serta kehidupan masyarakat. Kegiatan-kegiatan politik dan penegakan hukum oleh Polri juga terpengaruh. Aspek-aspek tersebut saling mempengaruhi. Pilkada dan Otonomi Daerah serta peran masyarakat yang semakin demokratis akan membawa dampak terciptanya kondisi Kamtibmas yang kondusif di tengah perkembangan Politik Nasional.

Perkembangan Politik Nasional harus mendapat perhatian dalam menciptakan kondisi Kamtibmas karena sangat berpengaruh pada kebijakan pemerintah / Otonomi Daerah dan kehidupan masyarakat. Kebijakan pemerintah yang tepat dan partisipasi masyarakat akan memberi dampak positif bagi terciptanya kondisi Kamtibmas yang kondusif.
Skenario Kondisi Kamtibmas dampak dari perkembangan politik diramalkan mengalami peningkatan yang berarti, kondisi Kamtibmas akan mencapai tarap kondusif dengan didukung oleh demokratisasi di masyarakat dan kesadaran berpolitik setelah tahun 2016.

0 comments

About

Name: sanyata
From:
About me:
More about me...

Shoutbox

put your shoutbox code here, max width: 200px

Last Post

+ PENANGGULANGAN ILLEGAL MINING
+ PENANGGULANGAN ILLEGAL MINING
+ SKENARIO KONDISI KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKA...



you can put anything, max width: 200px

Archives

+ Juli 2007

Else

Put your blog accessories here. max width 150px

Credits

+ Engine: Blogger.com
+ Template by: Faniez